Menikmati
Sebuah Penantian
melalui
Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono
oleh
Sely Desilia
Abstrak
Bahasa yang merupakan media dari sebuah karya sastra, termasuk pada
sebuah puisi. Di dalamnya terdapat sebuah makna, yang secara langsung ataupun
tidak langsung tertuang dalam sebuah bentuk tanda (bahasa). Tanda itu bisa kita
interpretasikan, agar kita dapat mengetahui makna yang terkandung di dalam
tanda tersebut. Tulisan ini mengkaji puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko
Damono secara semiotik. Dengan mengkaji puisi ini bertujuan agar dapat
mengetahui makna yang terkandung di dalam puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko
Damono.
Kata kunci
Tanda, Heuristik, Hermeneutik.
Pendahuluan
Puisi
sebagai bagian dalam karya sastra pada dasarnya merupakan sarana ekspresi
seseorang untuk menyamaikan perasaannya, imajinasinya, ataupun gagasannya. Dengan
bahasa sebagai media sebuah puisi penyair menyajikan puisi dengan bahasa-bahasa
yang telah dipilihnya. Bahasa pada dasarnya juga merupakan sebuah tanda yang
memiliki arti. Seperti yang dikatakan oleh Pradopo (2010:121) kata-kata
(bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang
mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat(bahasa) atau
ditentukan oleh konvensi masyarakat. Lambang-lambang atau kebahasaan itu berupa
satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat.
Untuk
menciptakan puisi yang indah dan menarik perhatian pembacanya penyair selalu
memilih kata-kata yang akan digunakan dalam puisinya. Yang menimbulkan arti
lain diluar arti dari kata tersebut. Karangan atau tulisan yang indah itu dapat
berasal dari pengalaman penyair ataupun dari penggambaran sesuatu.
Analisis
semiotik adalah sebuah kajian dalam karya sastra yang mengkaji tentang
unsur-unsur tanda dalam karya sastra tersebut. Analisis semiotik memandang
bahwa sebuah karya sastra adalah kumpulan tanda-tanda yang dapat
dinterpretasikan sesuai dengan konteksnya. Berikut puisi Hujan Bulan Juni yang akan dikaji dengan analisis semiotik.
Teori
Semiotik berasal dari bahasa
Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Tokoh yang dianggap pendiri
semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang bekerja dalam bidang yang
terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi), yang
seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan seorang
ahli filsafat yaiutu Charles Sander Peirce (1839-1914). Saussure menyebut ilmu
semiotik dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik (semiotics). Kemudian hal itu sering
dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di Perancis
dipergunakan nama semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih banyak
dipakai nama semiotik (Pradopo, 2005:119).
Semiotik
merupakan ilmu yang mempelajari sistem tanda-tanda. Dalam pengertian tanda ada
dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan
bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti
tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda
yang pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Ikon
Ikon
adalah tanda hubungan antara penanda dan petandanya bersifat persamaan bentuk
alamiah, misalnya potret orang menandai orang yang dipotret (berarti orang yang
dipotret), gambar kuda itu menandai gambar kuda yang nyata.
Indeks
Indeks
adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat. Misalnya asap itu menandai
api, suara menandai orang atau sesuatu yang mengeluarkan suara.
Simbol
Simbol
itu tanda yang tidak menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya.
Hubungan antaranya bersifat arbitrer atau semau-maunya, hubungannya berdasarkan
konvensi (perjanjian) masyarakat. Sebuah
sistem tanda yang utama yang menggunakan lambang adalah bahasa. Arti simnol
ditentukan oleh masyarakat. Misalnya kata ibu
berarti “orang yang melahirkan kita” itu terjadi atas konvensi atau perjanjian
masyarakat bahasa Indonesia, masyarakar bahasa inggris menyebutnya mother, Perancis: Ia mere. (Pradopo, 2010:121-122)
Semiotik merupakan lanjutan dari
penelitian strukturalisme. Hubungan antara semiotik dan strukturalisme adalah
sebagai berikut.
”Keterangan ini akan menjelaskan
bagaimana sebenarnya hubungan antara semiotik dan strukturalisme.
(a) Semiotik digunakan untuk memberikan
makna kepada tanda-tanda sesudah suatu penelitian struktural.
(b) Semiotik hanya dapat dilaksanakan
melalui penelitian strukturalisme yang memungkinkan kita menemui tanda-tanda
yang dapat memberi makna (Junus, 1988: 98).
Lebih lanjut Junus (1988: 98)
menjelaskan bahwa pada (a) semiotik merupakan lanjutan dari strukturalisme.
Pada (b) semiotik memerlukan untuk memungkinkan ia bekerja. Pada (a), semiotik
seakan apendix ’ekor’, kepada strukturalisme. Tapi tidak demikian halnya
pada (b). Untuk menemukan tanda, sesuai dengan pengertian sebagai ilmu mengenai
tanda. Semiotik tidak dapat memisahkan diri dari strukturalisme, ia memerlukan
strukturalisme . dan sekaligus, semiotik juga menolong memahami suatu teks
secara strukturalisme.”
Kajian semiotik melalui tahap-tahap diantaranya: 1)
pembacaan heuristik yaitu pembacaan
yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik atau tiruan alam
yang membangun arti yang berserakan. Kajian ini didasarkan pada pemahaman yang
lugas berdasarkan denotatif. 2) Selanjutnya, yaitu tahap pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan yang
bermuara pada ditemukannya satuan makna puisi secara utuh.
Pengkajian
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
1989
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
1989
Analisis Struktur Lahir Puisi Hujan Bulan Juni
1. Diksi
Diksi yang terdapat pada puisi Hujan Bulan Juni ini menggunakan diksi konotatif, karena didominasi oleh kata-kata yang tidak menggunakan makna sebenarnya. Terdapat dalam kutipan berikut ini.
Diksi yang terdapat pada puisi Hujan Bulan Juni ini menggunakan diksi konotatif, karena didominasi oleh kata-kata yang tidak menggunakan makna sebenarnya. Terdapat dalam kutipan berikut ini.
“tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni” (bait ke-1)
2. Gaya Bahasa
Di dalam puisi
ini diperkuat dengan majas personifikasi. Dapat terlihat pada kata hujan yang
seolah-olah memiliki rasa seperti manusia yaitu rindu, bijak, arif, tabah, dan
perilakunya (dirahasiakannya, dihapusnya, dibiarkan).
3.
Bunyi
·
Rima: Bebas
4.
Tipografi
Tipografi
pada puisi ini terdiri dari tiga bait dan tiap bait terdiri dari empat baris. Dalam puisinya sendiri
ditulis dengan menggunakan rata kiri.
Analisis Struktur Batin Puisi Hujan Bulan Juni
1.
Tema
Penantian
2.
Nada dan Suasana
Romantik,
menggambarkan suasana harmonis.
3.
Perasaan
Memunculkan
rasa tabah, bijak, dan arif.
4.
Amanat/Itikad
Tidak ada
yang tidak mungkin jika kita ingin berusaha. Sesungguhnya kekuatan cinta itu
nyata.
5.
Relevansi dengan kehidupan
Menggambarkan
bahwa dalam mengharapkan sesuatu di hidup ini tidak selalu mudah didapat. Perlu
adanya usaha yang sungguh-sungguh. Jika kita mau berusaha pasti akan ada hasil
yang baik.
Analisis
puisi Hujan Bulan Juni dilakukan tiap-tiap kalimat karena tanda-tanda
yang terdapat dalam puisi ini berbentuk kalimat, bisa dibilang bukan merupakan
satu kata saja. Maka analisisnya menurut
kalimat-kalimat berikut ini.
1.
Hujan Bulan Juni
2.
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
3.
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga
itu
4.
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
5.
Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan
itu
6.
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
7.
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon
bunga itu
Pembacaan heuristik puisi Hujan Bulan
Juni.
1.
Hujan bulan juni.
Dari judul
puisi ini sendiri Hujan Bulan Juni
memiliki arti hujan yang terjadi di bulan juni.
2.
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni.
Dalam KBBI
kata tabah memiliki arti tetap dan kuat hati. Jadi kalimat ini mengartikan
bahwa hujan di bulan juni memiliki sifat yang tetap dan kuat hati. Tidak ada
yang melebihi ketabahan hujan di bulan juni.
3.
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga
itu.
Dalam KBBI
kata rahasia memiliki arti sesuatu yg sengaja disembunyikan
supaya tidak diketahui orang lain. Kalimat ini mengartikan bahwa hujan di bulan
juni menyembunyikan rindunya kepada pohon yang berbunga.
4.
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni.
Dalam KBBI
kata bijak adalah selalu menggunakan akal budinya; pandai;
mahir. Dalam kalimat ini mengartikan hujan di bulan juni menggunakan akal
budinya, pandai dan mahir. Tidak ada yang lebih bijak dari hujan di bulan juni.
5.
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di
jalan itu.
Dalam KBBI
kata hapus adalah tidak terdapat atau tidak terlihat lagi;
hilang. Kalimat ini
berarti, hujan di bulan juni menghapus atau menghilangkan jejak-jejak kakinya
yang ragu ragu.
6.
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni.
Dalam KBBI
kata arif adalah bijaksana; cerdik dan pandai; berilmu.
Kalimat ini berarti, hujan bulan juni itu bijaksana, cerdik, berilmu dan
pandai. Dan tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni.
7.
Dibiarkannya tak terucapkan diserap akar pohon bunga
itu.
Kalimat ini menerangkan
bahwa hujan bulan juni membiarkan tak mengucapkan apa-apa air-air hujannya di
serap oleh akar pohon yang berbunga.
Pembacaan hermeneutik puisi Hujan Bulan Juni.
Kita
dapat memaknai puisi Hujan Bulan Juni
ini dengan melihat judul yang dibuat oleh penyairnya, yaitu Hujan Bulan Juni. Seperti yang telah
kita ketahui bahwa bulan juni merupakan musim kemarau yang jarang sekali hujan
datang. Jadi hujan bulan juni dapat disimbolkan sebagai penantian. Dalam puisi ini
menggambarkan seseorang yang tengah menanti seseorang yang ia kasihi. Untuk
memaknai puisi Hujan Bulan Juni
secara kesuluruhan dapat dilihat pembacaan hermeneutik dari setiap baitnya.
Bait pertama
Bait pertama menggambarkan seseorang
yang dengan tabahnya menanti seseorang yang ia cintai. Ia memuji penantianya
tidak ada yang lebih tabah dari penantiannya. Di bait pertama ini juga
menggambarkan bahwa ia menyembunyikan rasa rindunya kepada seseorang yang indah
yang ia cintai. Pohon berbunga itu diartikan sebagai seseorang yang indah yang
dinanti.
Bait kedua
Bait ini menggambarkan penantian
seseorang tersebut sangat bijak dan tak ada yang melebihi kebijakan
penantiannya. Ia pun menghapus segala keraguannya dalam menanti dan mencintai
seseorang tersebut.
Bait ketiga
Bait ketiga menggambarkan pemujian
kembali terhadap penantiannya. Ia mengatakan kembali bahwa tidak ada yang lebih
arif dari panantiannya. Di bait ketiga pula digambarkan bahwa pada akhirnya
penantiannya berbuah hasil manis. Cintanya diterima oleh seseorang yang ia
cintainya dapat dilihat dari kalimat diserap
akar pohon bunga itu. Dan ia membiarkan tidak terucap segala apa yang ia
rasakan selama penantian.
Simpulan
Puisi
Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko
Damono menggambarkan tentang penantian seseorang kepada seseorang yang
dinantinya. Dengan sangat tabah, bijak, dan arif ia menanti. Dengan
merahasiakan segala rindunya, menghapus segala keraguannya dalam menanti. Akhirnya
penantiannya berbuah manis. Ia mendapatkan seseorang yang dinantinya tersebut.
Karena begitu tulusnya perasaan seseorang tersebut ia membiarkan tak terucapkan
segala apa yang ia rasa selama menanti. Puisi ini sangat memberikan kita
pelajaran betapa tidak ada yang tidak mungkin jika kita ingin berusaha.
Sesungguhnya kekuatan cinta itu nyata.
Daftar
Pustaka
Pradopo, D.R. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode
Kritik, dan Penerpannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Pradopo,
D. R. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Junus, U. 1988. Karya
Sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar